Pelayanan Publik Wajib Mempunyai BPJS, Mardani: Beban Rakyat Bertambah

Bpjs jaminan sosial
Bpjs jaminan sosial

Aksaraintimes- Anggota DPR RI Mardani Ali Sera mengkritik Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Menurutnya, aturan yang menjadikan BPJS Kesehatan sebagai syarat mengurus sejumlah layanan publik hanya menambah beban rakyat dalam mengakses layanan publik.

“Melalui Inpres ini sebenarnya pemerintah memiliki niat yang baik tetapi dilaksanakan dengan cara yang buruk,” ungkap Mardani dalam diskusi PKS Legislatif Corner dengan tema ‘Segala Urusan, BPJS Kesehatan Kuncinya, Kok Gitu?’ secara virtual, Jumat (4/3/2022).

Kementerian Keuangan dan BPJS Kesehatan telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antar Kementerian Keuangan dan BPJS Kesehatan.

Menurut Anggota Komisi II DPR RI tersebut, Inpres yang melibatkan 30 Kementerian/Lembaga termasuk Gubernur, Bupati, Wali Kota untuk mengambil langkah strategis melakukan optimalisasi pelaksanaan program JKN-KIS terkesan memaksakan agar masyarakat bergabung menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Baca juga: Aggota Komisi XI DPR RI Meminta untuk Waspadai Dampak Perang Rusia Terhadap Ekonomi Nasional

Padahal, lanjut Mardani, optimalisasi kepesertaan BPJS Kesehatan dapat diatasi dengan sosialisasi  dan edukasi yang baik tanpa menyulitkan kebutuhan masyarakat lainnya. “Aturan ini berpotensi mempersulit individu-individu warga negara yang ingin melakukan transaksi atau mendapatkan hak atas layanan umum,” katanya.

“Harusnya pemerintah jangan memaksakan, tetapi melakukan sosialisasi dan edukasi secara intensif untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya BPJS Kesahatan,” tambah Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI tersebut.

Mardani berpesan berpesan agar BPJS terus meningkatkan layanan kepada seluruh peserta JKN-KIS. “Saya mendukung program BPJS menjadi pemberi layanan yang baik, tetapi menolak cara yang buruk. Langkah ini juga bertentangan dengan Pak Jokowi yang ingin memaksa aturan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Inpres Nomor 1 Tahun 2022. Pada beleid tersebut, Jokowi menginstruksikan berbagai kementerian atau lembaga hingga kepala daerah untuk mengambil langkah dalam optimalisasi JKN.

Salah satu instruksi Jokowi dari Inpres tersebut yakni terkait dengan syarat kepesertaan BPJS Kesehatan dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah karena jual beli. Namun, ternyata syarat bukti kepesertaaan BPJS Kesehatan juga diterapkan dalam beberapa sektor pelayanan publik lain.

Beberapa di antaranya terkait dengan kepesertaan calon jemaah haji dan umrah, permohonan SIM, STNK, dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), serta syarat untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Baca juga: Jumlah UMR Kabupaten Jember Tahun 2022: Mendapat Sebutan Kota Tembakau atau Kota Seribu Bukit

Saat ini, diketahui 86 persen penduduk Indonesia telah memperoleh perlindungan jaminan kesehatan dengan menjadi peserta Program JKN-KIS. Tahun 2024, diharapkan 98 persen rakyat Indonesia bisa terlindungi JKN-KIS sesuai dengan Target Rencana Pembangunan Menengah Jangka Panjang (RPJMN).

Dengan dalil untuk mencapai Universal Health Coverage, Mardani tidak membenarkan langkah Presiden mengeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2022 yang hanya akan mempersulit masyarakat mengakses layanan publik. “Harusnya pemerintah melakukan edukasi bukan mempersulit sektor lain dan justru mempersulit birokrasi dalam pengurusan suatu layanan umum,” kritik Mardani.

Terkahir, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI itu berpesan agar BPJS terus meningkatkan layanan kepada seluruh peserta JKN-KIS. “Saya mendukung program BPJS menjadi pemberi layanan yang baik, tetapi menolak cara yang buruk. Langkah ini juga bertentangan dengan Pak Jokowi yang ingin memaksa aturan,” tutupnya.