Ketimbang mengurusi urusan privat warganya, semestinya pemerintah memfasilitasi perayaan itu.
Makassar, Aksaraintimes.id – Pemerintah berbondong-bondong serukan larangan perayaan hari valentine di Makassar. Narasi yang digunakan seragam, mereka menganggap hari perayaan kasih sayang itu bertentangan dengan agama dan budaya Timur. Langkah ini dinilai telah melanggar privasi kebebasan warga sipil.
Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar adalah yang pertama kali menyerukan larangan itu. Pj Wali Kota Makassar, Iqbal Suhaeb, hingga mengeluarkan surat edaran yang melarang perayaan hari valentine bagi pelajar pada 10 Februari 2020. Isi edaran itu meminta perayaan valentine diganti dengan kegiatan sosial lain.
Untuk memantapkan surat edaran itu, Pemkot memerintahkan kepada tiap-tiap sekolah untuk mengawasi agar pelajar tak merayakan hari valentine. Begitu pun dengan pengawasan dari orang tua masing-masing pelajar. Sesuai dengan surat edaran, pelajar juga tak boleh merayakan meskipun berada di luar lingkungan sekolah.
Iqbal mengatakan, perayaan hari valentine sebaiknya diisi dengan menyantuni orang-orang yang lebih membutuhkan. Takutnya, pelajar hanya akan mengarah kepada pesta hura-hura dan seks bebas jika perayaan tetap dilakukan.
“Berikanlah santunan kepada kaum dhuafa, memberi makan kepada kaum miskin, memberi makan kepada anak-anak terlantar, mengunjungi panti-panti jompo, isi dengan hal-hal yang positif. Bukan kepada pesta hura-hura yang mengarah kepada seks bebas dan lain sebagainya,” ujarnya, Kamis (12/2/2020).
Langkah dari Pemkot Makassar itu juga dilakukan Dinas Pendidikan (Disdik) Sulawesi Selatan. Instansi tersebut mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada pelajar tingkat SMA.
Isi edaran itu sepenuhnya hampir sama, meminta kepada sekolah dan orangtua untuk mengawasi masing-masing peserta didik agar tak merayakan valentine. Mereka meminta untuk mengganti perayaan dengan kegiatan keagamaan ataupun kemasyarakatan.
Seolah tak cukup, Iqbal akan memperketat penjualan alat kontrasepsi kondom di minimarket terhadap anak di bawah umur atau belum menikah. Hal itu dilakukan Pemkot Makassar agar alat kontrasepsi tersebut tidak salah digunakan, apalagi oleh pelajar. Sedikitnya 400 mini market dan apotek telah dipasangi papan imbauan.
Pemerintah Mesti Memfasilitasi bukan Melarang
Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, M. Fajar Akbar menilai, terbitnya larangan perayaan hari valentine hingga dalam bentuk surat edaran dari pemerintah Kota Makassar adalah langkah yang berlebihan.
Menurutnya, dengan edaran tersebut, pemerintah secara langsung mengarah pada praktek pengekangan kebebasan sipil. Padahal, kebebasan pribadi seperti mengekspresikan kasih sayang adalah bagian dari hak sipil yang tidak boleh diintervensi oleh negara. Ini berarti, kata Fajar, tingkat demokrasi di Indonesia semakin menurun.
“Pemerintah sebagai representasi negara, tidaklah patut mengeluarkan kebijakan berdasarkan prasangka buruknya terhadap sesuatu,” jelasnya saat dihubungi, Kamis (13/2/2020).
Ia menilai, pemerintah dengan langkah itu telah memposisikan diri sebagai perwakilan dari kelompok tertentu yakni kelompok anti budaya barat. Padahal pemerintah, kata Fajar, mesti berada pada posisi sebagai wakil negara yang netral.
Lebih lanjut dikatakan, ketimbang Pemkot Makassar melarang warganya merayakan hari valentine, justru semestinya peran pemerintah memfasilitasi warganya dalam perayaan tersebut.
Dengan langkah itu, perayaan ataupun momentun lain justru akan lebih produktif ketimbang melarang, menakuti, atau mematai-matai aktivitas warganya.
Sementara itu guru besar UIN Alauddin Makassar, Prof Qasim Mathar lebih fleksibel melihat persoalan tersebut. Ia tidak mempermasalahkan adanya surat edaran dari Pemkot Makassar.
Menurutnya, dengan surat itu menandakan bahwa warga Makassar masih memegang nilai agama dan keluhuran adat budaya. Ia melihat surat edaran tersebut diperuntukkan bagi warga khususnya pelajar agar tidak melanggar nilai-nilai agama dan budaya.
Meski begitu, bagi yang merayakan pun, baginya tidaklah menjadi soal. Ia mengatakan, substansi dari valentine adalah pengungkapan kasih sayang. Selama perayaan itu tidak berlebihan dan melanggar nilai agama dan budaya, maka katanya, perayaan itu boleh saja dilakukan.
“Memang merayakan suatu hari besar dengan keriangan dan hiruk pikuk yang berlebihan bisa membuat kita khilaf sehingga melanggar nilai-nilai yang kita junjung,” ucapnya.
Penulis: Amri N. Haruna
Editor: Dian Kartika