Jeneponto, AksaraINTimes.id – RSUD Lanto Daeng Pasewang, Jeneponto kembali dipersoalkan. Pasalnya, setelah mengikuti proses akreditasi pada 2009 lalu dan sempat mendapatkan sertifikat akreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) pada 11 Januari 2010, namun setelah itu, tak lagi mendapat akreditasi. Padahal anggaran sebesar Rp. 500 juta sudah disiapkan.
Hal inilah yang membuat Jenderal Komite Pemuda Parlemen Jeneponto (KPP Jeneponto), Edhy Suburga berang. Pasalnya, akreditasi yang berlaku selama tiga tahun itu bersifat wajib berdasarkan ketentuan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 40 ayat 1.
Tak hanya itu, Edhy juga mengaku kesal, sebab jelang masa berlaku status akreditasi, Januari 2012 lalu, anggaran Rp. 500 Juta yang sudah disiapkan itu jauh lebih besar dibanding dua tahun sebelumnya, namun hingga tahun berakhir, anggaran habis terpakai, proses akreditasi oleh KARS tak kunjung terealisasi.
“Kegiatannya hanya berakhir di tahap persiapan. Dan sejak Januari 2012, status akreditasi RSUD Lanto Daeng Pasewang pun berakhir,” jelas Edhy Suburga.
Lebih lanjut, Edhy menjelaskan, APBD 2012, program akreditasi kembali dianggarkan dan kian meningkat. Dari Rp. 500 juta menjadi Rp. 850 juta. Rp. 350 juta dibayarkan pada tahun 2012 dan Rp. 500 juta sisanya dijadikan daftar utang yang ditagihkan pada APBD pada 2013.
“Dana habis terpakai, namun lagi-lagi tidak terjadi proses akreditasi,” katanya lagi. Sementara itu, pada 2014 dan 2015, seiring dengan pergantian manajemen RSUD, tak ada lagi dana APBD yang mencuat untuk membiayai program fiktif akreditasi itu. Namun, pada 2016, program akreditasi kembali dianggarkan sebesar Rp. 504 juta.
“Pada 2017 sebesar Rp. 550 juta dan Rp. 883.290.000 untuk tahun anggaran 2018. Sama dengan kejadian tahun-tahun sebelumya, proses akreditasi selalu hanya sampai pada tahap persiapan, terdiri dari penilaian secara mandiri (Self Assesment), workshop, dan pembimbingan,” jelasnya.
Edhy menduga, penilaian oleh KARS tidak pernah benar-benar terjadi, karena itu, RSUD Lanto Daeng Pasewang tak kunjung terakreditasi. Meskipun telah menghabiskan, atau lebih tepatnya membuang anggaran Rp. 3,28 milyar, sejak 2011 hingga 2018. Barulah pada 2019 ini, kata Edhy RSUD Lanto Daeng Pasewang benar-benar mengikuti proses akreditasi.
“Mungkin karena dipicu ancaman pemutusan kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Bukan karena motivasi meningkatkan mutu pelayanan. Kita tunggu saja hasil penilaian KARS yang saat ini sedang menuntaskan pekerjaannya di sebuah rumah sakit yang sesungguhnya jauh lebih sakit ketimbang pasiennya,” tutup Edhy.
- Penulis: Suaib | Editor: Nadi