Makassar, AksaraINTimes.id – Plafonnya terkelupas. Dinding dekat pintu masuk retak. Cat temboknya kusam, dan referensi buku sedikit. Demikian gambaran perpustakaan daerah di Kabupaten Bulukumba saat ini.
Perpustakaan tersebut terletak di Jalan Durian. Berdiri sejak 2008 dengan nama Badan Penelitian, Pengembangan, Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Bulukumba. 2016, dipecah menjadi dua instansi berbeda, yakni Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) serta Dinas Penelitian dan Pengembangan (Litbang).
Hingga saat ini, DPK dan Litbang masih beroperasi dalam satu lokasi yang sama. Keduanya menempati gedung bekas Departemen Penerangan yang belum pernah disentuh renovasi. Padahal, jika dilihat dari namanya, bangunan tersebut diperkirakan berdiri sejak zaman orde baru.
Kondisi perpustakaan daerah yang memprihatinkan ini berbanding lurus dengan ketersediaan buku-buku di dalamnya. Data statistik yang terpampang di salah satu dinding ruangan menunjukkan, meskipun jumlah judul buku tampak meningkat dengan signifikan antara 2012 (1.450 judul) hingga 2017 (8.138 judul), namun jumlah eksamplar tidak memadai, hanya sekitar 7.839.
Upaya Perbaikan
Keberadaan perpustakaan daerah diharapkan bisa menunjang kehidupan literasi, terutama untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
Demi menarik pengunjung, saat ini perpustakaan pun berinovasi. Di Pekanbaru, Riau, misalnya, terdapat sebuah perpustakaan yang kemudian dinobatkan menjadi perpustakaan terbaik se-ASEAN.
Dikutip dari Kompas.com, perpustakaan Soeman HS mengalahkan 19 peserta dari 8 negara di Asia Tenggara dalam seleksi desain arsitektur yang mencerminkan identitas ASEAN. Selain itu, jumlah koleksi buku mereka cukup banyak dan memiliki misi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di sekitarnya.
Menurut Fahidin HDK, salah satu anggota DPRD Bulukumba dari fraksi PKB, ia dan beberapa yang lainnya sudah berkali-kali mengingatkan kepada pemerintah daerah untuk membangun perpustakaan yang modern dan refresentatif. Namun, sama sekali belum ada tanggapan.

02, foto yang diambil oleh Wartawan Aksara INTimes.id
“Kondisi perpus saat ini mengkhawatirkan di samping bangunannya sdh tua jg sdh hampir runtuh.. sehingga masyarakat terutama anak2 kita kuatir bahkan sebagian besar enggan masuk perpust… apalagi isinya jg belum sepenuhnya lengkap…” tulisnya dalam pesan WhatsApp pada pukul 20.08 WITA, jum’at (23/8).
Fahidin menambahkan, sampai saat ini dan ke depannya nanti, ia dan kawan-kawan fraksinya akan tetap menyuarakan mengenai perbaikan perpustakaan daerah.
Di lain pihak, informasi dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, A. Baso Maskur, berbanding terbalik dengan yang telah diperoleh sebelumnya. Menurutnya, perpustakaan daerah masih berfungsi dengan baik. Meskipun mengakui sejak kepindahan kampus Muhammadiyah ke pinggiran kota cukup mengurangi jumlah pengunjung, namun mereka masih menerima kunjungan hingga 200 orang perhari.
“Semenjak kampus Unismuh bergeser ke luar kota agak jauh, sedikit memang kami rasakan menurun (jumlah pengunjung. red), Bu, mungkin tiap hari itu, ya kadang hampir dua ratuslah,” kata A. Baso saat dihubungi tim AksaraINTimes.id pada jum’at (23/8).
Anggaran dan Alternatif
Jika keterangan Fahidin HDK sebelumnya mengatakan pengajuan perbaikan perpustakaan daerah hingga saat ini sama sekali tidak digubris pemerintah daerah, A. Baso Maskur justru mengatakan gedung yang mereka tempati kini dalam proses renovasi.
Menurut Kadis tersebut, akhir agustus ini perbaikan segera dilaksanakan dan akan selesai sebelum november.
“Kita buru tahun anggaran, supaya kita tidak, ini, tidak terlambat urusan dananya,” lanjut A. Baso.
Saat ini, untuk perbaikan gedung, pihak Perpustakaan masih mengandalkan anggaran daerah, begitu pula dengan pengadaan buku. Keterangan dari Sekretaris DPK, Amri, juga membenarkan hal tersebut. Menurutnya, saat ini untuk pengadaan, mereka sudah merampungkannya.
Amri membeberkan, saat ini Dinas Perpustakaan Daerah juga mengelola perpustakaan keliling dan motor pintar, masing-masing diperuntukkan untuk wilayah kecamatan dan kota. A. Baso menambahkan, layanan bergerak mereka sudah beroperasi sejak 2014. Selain itu, mereka juga memiliki sekitar 80 rumah baca dan taman baca.
Meski mengelola rumah dan taman baca, sayangnya untuk anggaran, keduanya tidak termasuk dalam anggaran DPK melainkan mandiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan baru: jika Perpustakaan Daerah masih berfungsi dengan baik dan minat baca masyarakat masih tinggi, mengapa DPK merasa perlu mengelola sebuah taman baca yang, secara strategis, masih berada di sekitar wilayah perpustakaan?