Aksaraintimes.id — Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) anjlok. Di masa pandemi, penurunannya mencapai 60 persen.
Hal tersebut diketahui dari hasil Rapat Evaluasi APBD Triwulan I di DPRD Sulsel. Karena pendapatan anjlok, sejumlah kegiatan fisik terpaksa mangkrak.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel, Junaedi Akbar, mengatakan, PAD Pemprov Sulsel turun drastis. Penerimaan yang selama ini bersumber dari berbagai sektor usaha disebut nihil. Dampaknya, terjadi kelesuan ekonomi yang tidak hanya berimplikasi di tingkat global, nasional, hingga regional di Sulsel.
“Tentu kita pahami bersama bahwa dampak Covid-19 dari sisi ekonomi berimplikasi kepada tidak bergeraknya sektor-sektor usaha yang selama ini menjadi sumber retribusi,” kata Edi di video conference, kemarin.
Pandemi ini turut mengganggu sumber pendapatan dari kegiatan-kegiatan yang dikelola Bapenda. Misal, pajak kendaraan bermotor.
“Sehingga saat ini kami sampaikan bahwa penerimaan kita sudah anjlok di atas 50 persen. Itu dari segi PAD,” ungkapnya.
Kurangnya pendapatan yang diterima dari sektor usaha itu, diakui menghambat pembiayaan atau belanja kegiatan prioritas lainnya. Apalagi di tengah pandemi virus, dibutuhkan anggaran yang besar untuk diarahkan pada agenda penanggulangan Covid-19.
Kelesuan penerimaan negara juga berimplikasi pada terganggunya dana transfer kepada pemerintah daerah (pemda), baik tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Sulsel. Padahal, kata Edi, sebagian besar APBD di tiap pemda, bertumpu pada alokasi dana transfer dari pusat.
Dalam struktur APBD Pemprov Sulsel misalnya, tumpuan anggaran dari dana transfer sekitar 54 persen. Lalu di instansi kabupaten/kota yang dalam posisi kapasitas fiskal rendah di atas 70 persen tumpuan anggarannya dari dana transfer.
Edi membeberkan, itu sesuai dengan yang disampaikan Kementerian Keuangan, bahwa ada penyesuaian dana transfer ke daerah. Secara umum, dia memaparkan, untuk Dana Bagi Hasil (DBH) dikurangi 33 persen, Dana Alokasi Umum (DAU) kurang 10 persen, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) 30 persen.
“Kalau DAK yang kemarin sempat ditahan pemerintah pusat supaya dihentikan. Allhamdulillah susah ada ketegasan bahwa yang dikurangi hanya kurang lebih 30 persen dari alokasi yang ada yakni Rp 400 miliar untuk pemerintah provinsi,” jelas Edi.
Salah satu proyek yang berhenti adalah pembangunan South Sulawesi Creative Hub. Pembangunan fisik untuk proyek tersebut tahun ini terpaksa dihentikan.
Hal tersebut diakui oleh Kepala Dinas Koperasi dan UMKM, Malik Faisal. Ia mengaku, anggaran untuk proyek tersebut terpaksa dialihkan untuk penanganan Covid-19.
“Iya, anggarannya kita alihkan dulu untuk support penanganan memutus rantai penyebaran Covid-19. Kita harap tahun depan bisa dilanjutkan,” ujarnya, Rabu (10/6).
Tahun ini, kelanjutan proyek yang terletak di kawasan Celebes Convention Center itu dianggarkan Rp 2 miliar. Ia berharap, ada anggaran yang dikucurkan untuk proyek tersebut tahun depan.
“Dalam kurun 15 tahun ke depan, anak muda Sulsel sudah bisa bersaing secara global. Jadi kita siapkan sarana untuk mereka berkarya dari sekarang. Creative Hub tetap akan kita lanjutkan,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bapenda Sulsel, Darmayanti Mansyur, menambahkan, wabah Covid-19 berdampak signifikan terhadap penerimaan pajak Bapenda Sulsel. Dalam sehari saja, penerimaan pajak menurun 30 hingga 40 persen.
“Ini yang kita khawatirkan tidak akan capai target . Penurunannya terasa sekali,” ujarnya.
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang paling terasa dampaknya. Padahal PAD dari sektor ini yang paling tinggi. Ia mengatakan, Bapenda Sulsel pada hari-hari sebelumnya mendapatkan pendapatan PKB sebesar Rp 5 miliar perhari. Saat ini dalam sehari saja tidak cukup Rp 2 miliar.
“Biasanya itu rata-rata pemasukan pajak PKB dalam sehari Rp 5 miliar sekarang syukur kalau dapat Rp 2 miliar,” ujarnya.
Penurunan disebabkan tidak hanya karena faktor perekonomian. Penurunan PKB disebabkan kebijakan pemerintah terkait sosial distancing.
“Sebenarnya penurunan ini tidak saja karena faktor ekonomi yang lesu, tapi memang faktor sosial distancing. Orang dilarang keluar, disamping pelayanan juga dibatasi,” pungkasnya. (*)