Makassar, AksaraINTimes.id – Kematian Asmaul Husna masih menyisakan pilu. Ia dibunuh oleh pacarnya, Ridhoyatul Khaer (21). Mayatnya ditemukan pada Jumat 13 Desember lalu dengan luka gorok di lehernya. Sang pacar tega menghabisi nyawa Husna setelah cekcok di lokasi kejadian. Sebelum kejadian itu, Husna frustrasi berat akibat kehamilannya.
Apa yang dialami oleh almarhumah Husna sejatinya puncak dari gunung es kekerasan terhadap perempuan. Dalam catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak melalui platform SIMFONI, sepanjang tahun 2019 terdapat 1.638 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi Selatan. 1.265 korban diantaranya merupakan perempuan.
Tingginya angka kekerasan di Sulawesi Selatan ini sangat memprihatikan. Jika merujuk data yang dirangkum Kemenppa tersebut, Sulsel menempati posisi teratas dalam daftar provinsi dengan tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.
Jenis kekerasan yang dialami berbagai macam. Paling banyak adalah kekerasan fisik dengan jumlah 1007 kasus, kemudian diikuti kekerasan seksual 409 kasus, sedangkan kekerasan psikis 276 kasus. Selain itu terdapat pula eksplotasi, trafficking,dan jenis kekerasan lainnya.
Dari segi kelompok umur, remaja usia 13 sampai 17 tahun merupakan yang paling banyak mengalami kekerasan, yakni 532 kasus, diikuti oleh kelompok usia 25 sampai 44 tahun sebanyak 472 kasus, dan diurutan ketiga dari kelompok umur 18 sampai 24 tahun. Hal ini memberi gambaran bahwa remaja merupakan kelompok usia yang paling rentan mengalami kekerasan.
Kekerasan terhadap perempuan tak dapat dipungkiri berakar dari dominasi laki-laki dalam relasi sosial. Hal ini mengakibatkan kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi pada ranah publik, namun juga di ranah privat.
Di Sulsel misalnya, kekerasan dialami paling banyak dalam relasi suami/istri dengan jumlah kasus mencapai 386. Setelahnya, diurutan kedua terjadi dalam relasi pacar/teman dengan jumlah l356 kasus. Paling baru adalah kasus kematian Asmaul Husna yang meregang nyawa ditangan pacarnya. Sementara itu jika melihat data pada tingkat nasional, terdapat 1.670 kasus kekerasan yang dilakukan oleh pacar, sebagaimana dalam catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2019.
Kekerasan dalam pacaran selayaknya menjadi perhatian, apalagi terkadang korban tidak menyadari dan memaklumi kekerasan yang dialaminya. Kemenppa menjabarkan beberapa bentuk kekerasan dalam pacaran yakni;
- Kekerasan fisik seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkeram dengan keras pada tubuh pasangan, dan serangkaian tindakan fisik lain.
- Kekerasan emosional atau psikologis seperti mengancam, memanggil dengan sebutan yang mempermalukan pasangan, menjelek-jelekkan, dan lainnya.
- Kekerasan ekonomi, seperti meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan.
- Kekerasan seksual seperti memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual di bawah ancaman.
Selain hal-hal di atas, kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan juga banyak menghantui perempuan dalam berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.
Bagi korban, kekerasan dalam pacaran dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dan psikis. Sedangkan bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan fisik dan seksual, beresiko mengalami keluhan kesehatan 1,5 kali lebih banyak. Dampak fisik bisa berupa memar, patah tulang, dan yang paling berbahaya dapat menyebabkan kecacatan permanen hingga kematian.
Dampak psikologis bisa berupa sakit hati, jatuhnya harga diri, malu dan merasa hina, menyalahkan diri sendiri, ketakutan akan bayang-bayang kekerasan, bingung, cemas, tidak mempercayai diri sendiri dan orang lain, merasa bersalah, memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri.
Ketakutan dan pembiaran dari teman dekat korban terhadap kekerasan yang dilakukan pacar membuat kekerasan tidak berhenti. Korban ataupun orang yang menyaksikan kekerasan harus segera melaporkan ke pihak berwajib ataupun orang tua, agar apa yang menimpa almarhumah Husna tidak terulang lagi.
Penulis: Akmal Ashar
Editor: Dian Kartika