Pasuruan, AksaraINTimes.id – Bangunan Sekolah Dasar (SD) Gentong di Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan, Jawa Timur, ambruk sekitar pukul 08.15 pagi, Selasa (5/11/2019). Akibat peristiwa itu, seorang guru dan siswa dinyatakan meninggal tertimpa reruntuhan bangunan. Sementara belasan siswa lain mengalami luka-luka.
Peristiwa itu terjadi saat seluruh siswa didampingi guru sedang melaksanakan proses belajar mengajar, tetiba atap bangunan sekolah roboh dan menimpa mereka. Tercatat total ada lima ruangan kelas yang ambruk.
“Akibat kejadian tersebut mengakibatkan lima bangunan kelas ambruk total dan menimpa seluruh penghuni ruangan yang pada saat itu sedang diadakan kegiatan belajar mengajar,” ujar Suban Wahyudiono selaku Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Timur, Selasa (5/11/2019).
Suban menduga, ambruknya bangunan SDN Gentong I Pasuruan tersebut akibat kesalahan konstruksi bangunan. Pasalnya bangunan itu baru saja dibangun dua tahun lalu pada 2017.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera yang langsung terjun ke lokasi juga turut memperkuat keterangan Suban. Melihat konstruksi atap bangunan yang ambruk, Barung menduga ada sebuah unsur kelalaian dalam proses pembangunan atap.
“Karena dari ambruknya sekolah itu kemungkinan besar ada unsur lalai atau pasal 359 yang mengakibatkan meninggalnya orang,” katanya.
Atas dugaan awal itu, pihaknya tak cuma memeriksa para pekerja bangunan atap sekolah tersebut. Namun juga pihak-pihak yang bertanggungjawab atas regulasi pembangunan gedung.
Sementara terkait korban meninggal, Barung menerangkan, guru dan siswa meninggal itu dikarenakan tertimpa material atap bangunan. Kedua korban itu adalah Silvina Asri Wijaya (19) seorang pengajar dan Israh Almir (8) siswa kelas II B.
“Nah ini meninggal dikarenakan terkena bangunan itu, jelas karena ambruk dari atas. Atapnya itu hanya atap genteng yang dilapisi atap seng, tetapi nanti akan diputuskan setelah scientific identifikasi,” ucapnya.
Catatan Panjang Ambruknya Bangunan Sekolah
Peristiwa ambruknya bangunan sekolah hanyalah cerita berulang yang tak kunjung pernah diselesaikan. Masalah ini genting, namun glamor pilkada dan pemilu dilihat lebih menggiurkan oleh para pemangku kebijakan dan elit ketimbang ambruknya bangunan sekolah. Padahal taruhannya: nyawa siswa yang terancam.
Hanya berselang dua bulan lalu, Mohamad Rehan Ditya, siswa SD Pakintelan 1, Kecamatan Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah tewas tertimpa dinding pagar sekolah yang ambruk pada 24 September 2019.
Akhir tahun November 2018 lalu, dua siswa yakni Wiliian Maleaki (7) siswa di SDN 141 dan Yanitra Octovizolli siswa SMAN 14 Kota Pekanbaru, Riau juga tewas tertimpa dinding pagar sekolah yang roboh saat jam masuk pagi.
Atap ruang kelas SMAN 1 Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat runtuh pada 28 Februari 2017. Menewaskan dua pelajar dan 28 siswa lain menderita luka-luka. Rizki Fauzi (14) siswa SMP 1 Kalanganyar, Kabupaten Lebak, Banten tewas setelah tertimpa bangunan sekolah yang ambruk pada 7 Oktober 2015.
Sukniah (10) siswa kelas 4 Madrasah Diniyah Al Ikhlas, Desa Cidikit, Banten, Jawa Barat tewas tertimpa atap sekolah pada 3 Oktober 2011. Lestari Ningsih (59), pengusaha warung makan tewas tertimpa dinding sekolah SDN 11 Pagi Pasar Baru Jakarta Pusat pada 19 Mei 2019. Ningsih tewas akibat luka berat di kepala.
Jikapun menghitung peristiwa bangunan sekolah yang ambruk tanpa adanya korban meninggal, hanya dalam dua tahun belakangan, setidaknya puluhan sekolah tertimpa kejadian serupa. Tim AksaraData punya daftar panjang tentang peristiwa tesebut.
Bangunan kelas sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Khaerul Fatihin, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) roboh hingga rata tanah pada 3 September 2019. Enam siswa terluka, salah satunya patah tulang di bagian paha.
Kerangka atap baja di tujuh ruang kelas di SDN Cileunca, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah roboh pada 16 September 2019. Tak ada siswa yang terluka, mereka terpaksa mengunsi. Atap ruangan SD 5 Nelangsari, Kabupaten Bogor, Banten ambruk pada 25 Januari 2019.
Puluhan siswa SDN Pancawangi Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat harus belajar di luar kelas akibat bangunan sekolah mereka rusak dan ambruk pada 7 September 2019. Kegiatan belajar-mengajar di Sekolah Luar Biasa ( SLB) tipe-C Pariwisata Bundaku di Wisma Asri, Bekasi Utara, terpaksa dipindah ke tempat yang lebih aman. Pasalnya, atap sekolah itu ambruk pada 13 Oktober 2019.
Daftar sekolah bangunan ambruk masih lebih banyak lagi dan lagi pada tahun-tahun sebelumnya.
Sektor Pendidikan Punya Anggaran Besar Namun Juga Rentan Dimainkan
Berdasarkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, sektor pendidikan mendapat anggaran senilai Rp492,5 triliun. Jumlah itu sebesar 20 persen dari total belanja APBN. Angkanya pun terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Misal saja pada tahun 2016, alokasi pendidikan yang dianggarkan senilai Rp370,4 triliun. Atau naik Rp122 triliun pada tahun sekarang.
Adapun sasaran dan arah kebijkan sektor pendidikan, salah satunya yakni percepatan pembangunan sarana dan prasaran sekolah dan universitas. Total, ada 56,1 ribu sekolah dan perguruan tinggi yang menjadi target Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2019.
Namun sayangnya, pelaksanaan kebijakan itu masih sering menemui masalah. Salah satunya, renovasi dan rehabilitasi sekolah yang rentan dimainkan oleh pemenang proyek.
Pada tahun 2017 lalu, Inspektorat DKI Jakarta menemukan dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan rehabilitasi berat teruntuk 199 sekolah di Jakarta oleh PT. Murni Konstruksi selaku pemenang proyek. Inspektorat menelusuri dugaan adanya manipulasi material konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak. Proyek ini sendiri menelan biaya anggran sebesar Rp191,8 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Adi Deriyan mengatakan polisi masih menyelidiki dugaan pelanggaran renovasi 119 sekolah itu. Menurut dia, ada indikasi korupsi dalam proyek rehabilitasi berat sekolah tersebut. “Indikasinya ada nilai harga yang di-markup [diperbesar],” kata Adi.
Kasus serupa juga pernah terjadi di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 lalu. Ditengarai dari 220 SD dan SMP di kabupaten tersebut, hampir setengahnya bermasalah. Pemenang proyek memainkan pengerjaan itu dengan “menjual” ulang kepada perusahaan baru. Hasilnya, rehabilitasi sekolah diindikasikan dikerjakan dengan bangunan kualitas rendah.
Permasalahan di atas hanyalah satu dari sekian banyaknya mengenai infrastruktur sekolah di Indonesia. Pemerintah semestinya sigap.
Namun masih saja masalah ini dinilai tak genting. Mungkin harga genteng yang dianggap mahal menjadi pertimbangan berat pemerintah sehingga sekolah tak kunjung direnovasi. Ataupun genteng yang dipilih hanya ala kadarnya? Apapun itu, siswa semestinya bisa bersekolah dengan aman.
Jangan heran jika orangtua bakal membekali anaknya helm ketika bersekolah, jaga-jaga jika atap sekolah roboh.
Penulis: Amri N. Haruna
Editor: Muh. Kurniadi Asmi