Keterbatasan listrik dan internet menjadikan belajar dari rumah untuk daerah pulau susah diterapkan.
AksaraINTimes.id – Wabah Coronavirus menghantam banyak sendi kehidupan. Tidak saja memukul roda ekonomi, tapi juga menggilas sistem pembelajaran pendidikan di sekolah-sekolah dengan kebijakan belajar dari rumah.
Belajar dari rumah adalah imbas dari pencegahan penyebaran virus corona. Guna memutus rantai penyebaran virus mematikan ini, penerapannya menyisakan masalah tersendiri.
Masalah bagi para orangtua dan murid mulai dari gagap teknologi, kewalahan membagi waktu di rumah, tugas yang menumpuk, hingga stres menjadi momok bagi ibu dan anak. Bahkan masalah besar muncul lebih parah di daerah pesisir seperti di pulau.
Di sana bukan hanya gagap teknologi, akses untuk bisa belajar daring (dalam jaringan/online) dari rumah masih menjadi kendala utama. Keterbatasan listrik dan internet menjadikan belajar dari rumah untuk daerah pulau susah diterapkan.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Abdul Rahman Bando, mengaku beberapa hari lalu usai meninjau langsung penerapan kebijakan belajar dari rumah di sekolah-sekolah yang ada di pulau, mendapati banyak masalah dan keluhan dari para orangtua.
“Keluahan bukan saja datang dari daratan yang akses internetnya memadai, di pulau ternyata lebih parah. Memang kondisinya tidak memungkinkan di pulau belajar daring,” katanya. Masalahnya adalah sambungan listrik ke rumah-rumah warga terbatas dijam-jam tertentu, selain itu jaringan internet yang tidak selancar di kota juga menjadi kendala.
“Siang itu tidak ada listrik, pokoknya repotlah di sana. Agar proses belajar tetap berlanjut, terpaksa diubah dengan sistem portofolio, yakni pemberian berupa hal petunjuk tertulis dari guru untuk dikerjakan di rumah,” ungkapnya.
Belum lagi guru-guru yang sudah usia lanjut kurang menguasai internet.”Itu semua menjadi problem, tetapi ini cikal bakal untuk melakukan proses belajar jarak jauh untuk ke depan harus lebih disempurnahkan,” katanya. Walau begitu tidak sedikit juga guru-guru yang kreatif dengan kemampuan dan dedikasi yang luar biasa. Rahman mislanya, salah seorang guru yang membuat animasi-animasi untuk mempermudah belajar daring.
Sekretaris Komisi D Bidang Pendidikan dan Kesra DPRD Makassar, Sahruddin Said menilai musibah Covid-19 saat ini memang sangat mengganggu dunia pendidikan utamanya di daerah yang akses internetnya lambat.
Walau dengan situasi dan kondisi yang tidak bisa dipaksakan, menurutnya tidak ada alasan murid yang ada di pulau ketinggalan pembelajaran. Olehnya perlu inovasi dari guru untuk membuat kondisi ini lebih baik.
“Misalnya guru-guru mendatangi murid dari rumah ke rumah. Apalagi kalau di pulau itukan jumlah siswa tidak terlalu banyak, paling hanya belasan saja. Saya kira waktu dan tenaga guru tidak terlalu terkuras,” katanya.
Dalam kondisi seperti ini semua pihak, termasuk guru, dituntut untuk berkreasi. Jika tidak memungkinkan belajar di sekolah, proses mengajar bisa dilakukan di rumah murid yang dibagi per kelompok.
Beban Pembelian Kuota Para Orangtua
Syamsiah, wali dari anaknya yang sekarang duduk di kelas VI SD di Kelurahan Tamangapa, mengaku isi dompetnya lumayan terkuras akibat pembelian kuota selama proses belajar daring dari rumah.
Apalagi ia punya dua anak lainnya yang juga melakukan proses belajar serupa. Satu anaknya duduk di bangku SMA kelas 1, satu lagi—anak perempuannya yang lebih tua—seorang mahasiswi di salah satu universitas swasta dimana pihak kampus menerapkan sistem belajar online selama masa pandemi.
“Lumayanlah untuk beli kuota itu sedikit menguras keuangan juga. Kami berharap pihak sekolah dan kampus ada kebijakan pemberian paket kuota internet yang dibagi gratis kepada peserta didiklah untuk sedikit mengurangi beban,” katanya.
Menanggapi itu Rahman Bando mengungkapkan, dana BOS bisa dipergunakan untuk membeli pulsa internet bagi guru maupun siswa dalam mendukung masa pembelajaran dari rumah selama masa darurat Covid-19.
Hal itu berdasarkan hasil revisi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) tentang Petunjuk Teknis Biaya Operasional Sekolah (BOS) Reguler, nomor 19 tahun 2020, tentang Perubahan Atas Permendikbud 8/2020 tentang Juknis BOS Reguler.
Hanya saja, kata dia, aturan tersebut tidak memungkinan dilakukan di Makassar. Mengingat jumlah murid yang begitu besar sehingga tidak semua sekolah bisa memfasilitasi muridnya dengan kuota gratis.
“Kelemahannya sekarang kita baru bisa menfasilitasi untuk guru, untuk siswa yang jumlahnya begitu banyak sekolah belum sanggup,” Jelasnya. Seperti disebutkan Rahman, jumlah siswa yang ada di bangku SD sebanyak kurang lebih 150 ribu, sementara siswa yang duduk di bangku SMP sebanyak 70 ribu.
Selain itu tidak semua siswa bisa diberikan kuota gratis sebab beberapa diantaranya, misalnya yang masih duduk di kelas 1,2, dan 3, masih memerlukan pendampingan dari orangtua untuk mengoperasikan smartphone.
Saat ini kata Rahman, semua pihak masih sementara berjuang untuk menanggulangi Covid-19. Harapan di bulan Juni-Juli penyebaran Covid-19 ini tidak ada lagi, sehingga tahun ajaran barupun bisa dimulai.
Penulis: Rahma Amin
Editor: Dian Kartika