Interpretasi parlemen sebagai sebuah badan legislatif yang secara global menganut sistem parlementer atau presidensial adalah rujukan untuk memformulasi gagasan-gagasan mengenai figuritas yang representatif menggumuli proses interaksi dalam parlemen.
Kita paham bahwa secara konstitusional pada sistem parlementer , eksekutif bertanggungjawab terhadap parlemen, sedang di presidensial, parlemen tidak dapat memilih dan memecat seorang kepala pemerintahan , begitupun kepala pemerintahan juga tidak dapat membubarkan parlemen.
Saya mencoba mengurai gagasan dalam pendekatan parlementer yang umumnya dianut di negara kita Indonesia, dimana budaya sentralistik lebih cenderung mempengaruhi keputusan-keputusan strategis yang akan diambil sebuah parlemen.
setiap anggota parlemen hasil pemilu itu harus berada didalam sebuah fraksi , dimana fraksi tersebut menjadi perpanjangan tangan partai politik. Sebagai perpanjangan tangan partai politik, setiap keputusan yang akan diambil oleh fraksi umumnya dikoordinasikan ke partai politik dimana ketua umum partai memegang peran penting.
Baik jika keputusan yang diambil sesuai platform perjuangan partai,namun apabila keputusan yang diambil secara pragmatis karena melalui kolusi atau nepotisme dengan eksekutif, maka tentu saja akan berdampak terhadap kredibilitas partai.Belum lagi pengaruh luar biasa yang datang dari koalisi partai-partai. Ini adalah sekelumit persoalan pengambilan keputusan strategis yang membuat posisi partai semakin dilematis. Apalagi dibeberapa daerah kadang tidak mengikuti koalisi secara nasional. tapi membangun koalisi-koalisi partai yang tidak permanen umumnya lahir dari proses tawar-menawar, namun bisa jadi didasari pada pendekatan pragmatis ataupun Idealis.
Posisi Figuritas
Figuritas ini dapat dikualifikasi menjadi tiga yakni :
- Ada personifikasi yang apatis karena keterbatasan kapasitas sehingga mereka hanya datang duduk dan diam.
- Ada juga personifikasi yang memiliki kompetensi, namun tingkat kedisiplinannya sangat memprihatinkan . Biasanya karena pengaruh eksternal mungkin ada kesibukan lain diluar atau memang tidak tercipta suasana kondusif dilingkungan rumah tangga dansebagainya.
- Ada memang yang memiliki kompetensi, gagasan dan komunikasi yang baik sehingga dia mampu mempengaruhi fraksi-fraksi lain dan bahkan mempengaruhi forum dan tingkat disiplinnya tinggi, biasanya figur seperti ini lebih awal hadir di forum sekaligus berinteraksi dengan teman-teman fraksi lain.
Dari gambaran diatas tentu naluri sehat kita lebih tertuju pada point ketiga, tinggal bagaimana partai politik melakukan rekrutmen politik secara profesional sehingga dapat mewujudkan figuritas calon anggota legislatif yang kompeten.
Dilema Partai Politik
Idealnya setiap partai mengincar figur caleg yang kompeten , namun disisi lain partai politik juga memiliki obsesi untuk memenangkan pertarungan di pemilu. Untuk memenangkan pertarungan di pemilu, partai memerlukan energi yang cukup besar meliputi pembiayaan, sosialisasi dan kampanye disamping manajemen yang memadai dari orang-orang cerdas dan profesional.
Ada dua pendekatan klasik yang sering dilakukan partai-partai dalam rencana pembiayaan pemilu; Pertama, mencari penyandang dana untuk seluruh pembiayaan yang diperlukan partai namun dengan beberapa syarat. Kedua, membebankan biaya pemilu kepada semua caleg dengan kualifikasi proporsionalitas. Biasanya caleg lebih senang diurutan atas yang beda kontribusinya dengan nomor urut bawah.
Caleg potensial
Kriteria caleg potensial ini meliputi:
- Mereka yang memiliki kompetensi dan pembiayaan
- Mereka yang memiliki kompetensi tapi pembiayaan terbatas.
- Mereka yang mimiliki popularitas. Apakah karena mantan pejabat, olahragawan atau seniman, serta mereka yang memiliki prestasi-prestasi lainnya.
Idealitas kebutuhan partai dalam rekrutmen caleg guna memenuhi standar repesentatif parlemen seyogyanya meliputi :
- Potensi atitude , mereka yang punya sikap, perilaku dan disiplin yang baik
- Potensi psikomotorik, mereka yang punya keahlian dan kemampuan lobby serta komunikasi yang baik sehingga mampu mempengaruhi forum-forum di parlemen.
- Potensi knowledge, mereka yang memiliki wawasan luas dan kedalaman ilmu, biasanya didominasi oleh orang yang berpendidikan S1,S2,S3 atau bahkan seorang Profesor.
Partai politik yang baik adalah partai politik yang memiliki sistem rekrutmen politik dengan tingkat mobilitas tinggi. Sistem rekrutmen politik ini meliputi :
- Memainkan media untuk rekrutmen dengan mencantumkan syarat administrasi caleg.
- Pelatihan caleg untuk melihat potensi attitude, psikomotorik serta potensi knowledge caleg. akumulasi inilah yang saya maksud dengan istilah kompetensi .
- Tes wawancara untuk melihat keseriusan dan klarifikasi syarat administrasi yang dimiliki seorang caleg, ini sebaiknya dilakukan orang-orang yang memiliki keahlian. Utamanya mereka yang dari luar partai, sehingga keputusan rekrutment politik caleg tidak perlu diragukan independensinya.
Saya pikir hanya sepintas ini saja yang dapat saya paparkan sebagai tambahan wawasan dan kepustakaan kita, tentu saja terdapat kekurangan, karena melalui proses penulisan yang singkat dan tanpa proses kodifikasi atau penyempurnaan.
salam hormat saya !
DR.Ir. Adil Patu, M.Pd
Mantan Anggota DPRD Sulawesi Selatan tiga periode