Makassar, AksaraINTimes.id – EL merasa terguncang ketika mendapati pesan dari mantan pacarnya, Muh. Fadhillah alias Tangkasa yang mengirimkan gambar tangkapan layar belum lama ini. Dalam gambar tersebut, terdapat postingan di story Instagram @makassar_football_fans yang bertuliskan ‘Open BO’ dan menandai akun Instagram EL. Dalam gambar tangkapan layar itu pun, berisi salah satu akun yang membalas postingan tersebut dengan membalas “sini mi 50”.
Sontak EL kaget, tubuhnya merasa bergetar dan sesak. Ia terisak melihat ungguhan tersebut yang baru saja melecehkan dirinya. Belakangan diketahui, orang yang mengelola akun Instagram @makassar_football_fans adalah mantan pacarnya sendiri.
Kasus El sebagai korban kekerasan dalam pacaran tersebut tersebar di media sosial melalui akun Instagram @mastur6asi pada 15 Januari 2020.
Dari sumber yang sama, EL dan Tangkasa telah menjalin hubungan asmara 2 tahun lebih lamanya. Mereka berdua adalah suporter sepak bola di Makassar. Selama pacaran, Tangkasa telah menjauhkan EL dari lingkungan dengan memblokir teman-teman EL. EL pun seringkali mendapati penghinaan dari pacaranya dengan dipanggil ‘murahan, anak pelacur, babi, ataupun tidak perawan’.

Selain kekerasan verbal, EL juga kerap mendapati kekerasan fisik dari pelaku. Saat itu, EL bercerita, sewaktu ia dijemput di sekolah oleh pelaku, pelaku memeriksa hp korban dan mendapati obrolan dengan laki-laki lain. Pelaku marah dan langsung menonjok mata dan lengan EL hingga memar dan bengkak.
Merasa hubungannya sudah tidak sehat dan merugikannya sendiri, EL kerap kali meminta putus. Namun, jika hal itu diutarakan, EL bakal diancam, bahwa foto-foto dan rahasia korban akan disebarluaskan.
“Keinginan putus itu selalu dibayang-bayangi rasa takut dan cemas. Sebab, aksi kekerasan yang dilakukan pelaku bisa terjadi di mana saja bahkan di depan adik pelaku maupun di hadapan teman-temannya,” tulis dalam kronologi tersebut.
Selama pacaran pun, pelaku sering kali memaksakan untuk berhubungan badan dengan korban. Padahal, korban menderita penyakit kista dan kondisi itu diketahui oleh pelaku. Sehingga setiap berhubungan badan, korban merasakan kesakitan.
Hingga hari ini, meskipun telah putus, EL masih merasa takut dengan ancaman-ancaman dari pacarnya.

Kekerasan Dalam Pacaran Sebabkan Luka Emosional
Kasus EL bukanlah fenomena baru di Indonesia. Berdasarkan Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Tahun 2018, kekerasan dalam ranah personal tak pernah susut tiap tahunnya.
Kasus Kekerasan Terhadap Istri (KTI) menempati peringkat pertama dengan 5.114 kasus (53%), disusul kekerasan dalam pacaran dengan 2.703 kasus (21%), kekerasan terhadap anak perempuan 1.417 kasus (14%) dan sisanya kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
Baca juga: Tak Rela Kehilangan 17 ribu, PT Bridgeston Pidanakan Kakek Penggembala Lembu
Yang paling banyak disoroti sekaligus paling banyak dilaporkan (41 persen) adalah kekerasan fisik seperti mencakar, meninju, menendang, melempar suatu benda, menarik rambut, mendorong, dan menarik pakaian. Kekerasan fisik seperti ini tidak hanya menimbulkan luka psikologis, tapi juga luka fisik, bahkan tak jarang berujung kematian.
Selain kekerasan fisik, kekerasan yang dicatat adalah kekerasan seksual (31%), kekerasan psikis (15%), dan kekerasan ekonomi (13%).

Menurut situs, Love is Respect, kekerasan dalam pacaran bisa berbentuk kekerasan fisik, pelecehan emosional/verbal, pelecehan seksual, pelanggaran keuangan, penyalahgunaan digital, dan menguntit.
Untuk pelecehan emosional, bentuknya mencakup memanggil nama dengan merendahkan, sengaja mempermalakun di depan umum, mengisolasi korban dari teman dan keluarga, menuduh selingkuh, menguntit, mengontrol penggunaan hp, mengancam menyebarkan rahasia pribadi, hingga mengancam untuk bunuh diri.
Baca juga: Sulsel Darurat Psikolog
“Pelecehan verbal begitu buruk sehingga Anda benar-benar mulai memercayai apa yang dikatakan pasangan Anda. Anda mulai berpikir Anda bodoh, jelek atau tidak berharga. Anda setuju bahwa tidak ada orang lain yang ingin memiliki hubungan dengan Anda,” tulis dalam situs tersebut.
“Terus-menerus dikritik dan diberi tahu bahwa Anda tidak cukup baik menyebabkan Anda kehilangan kepercayaan diri dan menurunkan harga diri Anda. Akibatnya, Anda mungkin mulai menyalahkan diri sendiri atas perilaku kasar pasangan Anda.”
RUU PKS Mengakomodir Kekerasan Dalam Pacaran
Tahun lalu, berbagai kelompok dan masyarakat terus mendesak untuk pengesahan Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Namun DPR di periode itu tak kunjung menemui kata sepakat hingga masa jabatannya berakhir. Padahal dalam RUU tersebut, memuat hal-hal yang tidak diatur dalam Kitab Undang Udang Hukum Pidana (KUHP) mengenai kekerasan seksual.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Sri Nurhewati seperti dilaporkan Kompas, mengatakan, RUU PKS menjadi darurat bukan karena sekadar angka kasus yang tercatat saja. Melainkan karena layanan korban kekerasan seksual yang tidak memadai.
“Dari sekian ratus kasus kekerasan seksual, yang dilaporkan hanya 10 persen, yang masuk ke persidangan jadi 5 persen, yang divonis dengan hukuman, mungkin sekitar 2-3 persen,” ujar Nurherwati pada September 2019 lalu.
Baca juga: Menyoroti Kekerasan Terhadap Anak di Awal Tahun, Apa Akar Masalah Sesungguhnya?
Sementara itu, masih dari laporan yang sama, Andi Komari, pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebutkan, RUU PKS mengatur jenis kekerasan seksual seperti perbudakan seksual, eksploitasi seksual, serta pemaksaan perkawinan.
Ia mengatakan, dalam RUU PKS tersebut, juga memuat mengenai kekerasan seksual dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik, dan situasi khusus lainnya.
“Dari
pengalaman saya mendampingi korban kekerasan seksual memang sangat sulit, pasti
polisi bilang kejadian tersebut suka sama suka. Terus ditanya kenapa nggak langsung
lapor? Mana mungkin korban bisa langsung lapor, kan ini terkait kesiapan
mental. Orang yang baru diperkosa kan pasti trauma, butuh keberanian untuk
melapor,” tutup Andi.
Penulis: Amri N. Haruna
Editor: Muh. Kurniadi Asmi
Infografik: Ahmad Ghazali