Makassar, AksaraInTimes.id – Lisa (10) baru saja muncul dari ujung lorong. Meskipun saat itu tengah ramai, ia cuek saja mendorong gerobak air miliknya. Lisa bergerak menuju tandon air dekat rumah kepala RW – sekitar 40 meter dari rumah miliknya.
Sore itu (20/8), Lisa hanya seorang diri. Ia bergegas menurunkan tiga jergen dan satu buah galon yang ia bawa. Lisa nampak sigap, sepertinya sudah terbiasa dengan aktivitas itu.
Ia tengah mengambil air untuk keperluan rumah tangga, sebuah rutinitas di RW 1 RT 1 Kelurahan Bara-baraya Utara, Kecamatan Makassar, Makassar. Kelurahan tersebut memang berstatus krisis air bersih, betapa pun jaraknya hanya sekitar 2,6 Km dari kantor Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar.
Setelah mengisi penuh jergen, Lisa lantas merogoh uang receh dari sakunya. Ia pun segera membayar kepada Kepala RW – pengelola tandon air – yang sedari tadi duduk di depan teras rumah.

“Ambil air, na suruhka mamaku,”ucap Lisa saat ditemui.
Lisa pun bergerak pulang, namun hanya mendorong gerobak beberapa meter saja, Erni – orangtua Lisa – langsung mengambil alih. Awalnya Erni terlihat kesulitan mendorong gerobak, namun dengan sedikit tenaga lebih, ia akhirnya tiba di rumah.
Rumah yang ia bangun semi permanen itu ditinggali lima Kepala Keluarga (KK). Luasnya terbilang sempit untuk lima KK, hanya sekitar 5 x 30 meter. Mereka semua, kata Erni, adalah pendatang dari Jeneponto puluhan dan belasan tahun yang lalu.
Sejak Erni menempati kelurahan tersebut sejak dua dekade lalu, kelurahan itu memang selalu kesulitan air bersih. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, Erni terpaksa membeli air dari pemilik kios air.

Tiap bulan, Erni mesti keluar uang sebanyak Rp150 ribu untuk kebutuhan air. Nominal itu terbilang mahal bagi Erni, sebab pendapatan suaminya yang berkerja sebagai buruh bangunan hanya Rp800.000 – Rp1.200.000 sebulan. Itupun, kata Erni, penghasilan suaminya tak menentu, tergantung panggilan punggawa – sebutan kepada orang yang memberi kerja.
Bahkan untuk musim penghujan sekali pun, pengualarannya pun tak bisa dikurangi, Erni tetap saja mesti membeli air. “Begitu ji, tidak pernah tidak membeli,” ujarnya. Bukannya tak punya sumur bor, hanya saja, kata Erni, warnanya kuning, tak bisa digunakan untuk keperluan minum dan masak.
Di Kelurahan Bara-baraya Utara, kios-kios air pasang tarif Rp1000 per jergen. Tarif ini sejak setahun yang lalu sudah naik dari tarif sebelumnya yang hanya Rp500 per jergen.
Kepala RW 1 RT 1 Kelurahan Bara-baraya Utara, Orpa Kombong, membenarkan bahwa dari 166 KK di wilayahnya tersebut, mayoritas masih kekurangan air bersih.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut, terdapat lima titik tandon air, namun empat dari tandon tersebut sudah tidak berfungsi. Kios-kios air pun tersebar di beberapa titik untuk menutupi kekurangan ketersedian air itu.
Sebagai pihak yang dipercayakan mengelola tandon bantuan tersebut, Orpa mengaku mesti membayar tarif sebesar Rp900 ribu. Tarif ini diperuntukkan untuk PDAM senilai Rp100 ribu dan Rp800 kepada PLN.
Ia berujar, membengkaknya tarif listrik tersebut dikarenakan untuk menarik air mesti menggunakan mesin air, itupun, kata Orpa hanya pada jam-jam tertentu.
“Tidak bisa tertarik air kalau tidak pake mesin, itu yang kasi mahal ki,” bebernya.
Orpa bercerita, karena kebutuhan akan air bersih, bahkan tak jarang juga warga mengambil air saat tengah malam secara sembunyi. Alasannya, warga tak cukup uang untuk membayar atas air yang mereka ambil.
Namun, kata Orpa, ia tak mempermasalahkan. Pikirnya, air adalah kebutuhan dasar.
PDAM Kelabakan Sediakan Air Baku
Kelurahan Bara-baraya Utara, hanya satu dari wilayah di Makassar yang berstatus kekurangan air bersih. Selain Bara-Baraya Utara, ada puluhan kelurahan lain di Makassar dengan kondisi serupa.
Kelurahan itu terutama tersebar di sepuluh kecamatan di Makassar, yakni Tallo, Bontoala, Wajo, Ujung Tanah, Biringkanaya, Tamalanrea, dan Manggala. Sementara Kecamatan Sangkarrang yang baru saja mekar 2017 lalu, lebih parah lagi, di kecamatan tersebut sama sekali belum tersentuh layanan PDAM.
Banyaknya kelurahan berstatus kekurangan air bersih tersebut dikarenakan hingga tahun 2019 saja, persentase warga yang tersuplai air dari PDAM Makassar baru mencapai 70 persen.
Jikapun mengacu pada Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, target presentasi distribusi air tahun 2022 untuk warga Kota Makassar hanya 80 persen. Itupun dengan catatan tambahan instalasi sana sini. Sementara capaian 100 persen baru ditargetkan pada tahun 2030 mendatang.
Kepala Kabag Humas PDAM Makassar, Muh Idris tahar saat ditemui (23/8) mengaku pihaknya kelabakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi warga Makassar. Sebab, suplai air baku dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang juga tak cukup. Balai tersebut adalah pihak yang menentukan suplai air baku kepada PDAM Makassar.

“PDAM ini kan tidak punya sumber air baku mandiri, ini yang repotnya, sementara kita kan jatah air baku itu bukan kita yang tentukan,” ujarnya.
Meski begitu, letak permasalahan utama yakni sumber air baku. Ia mengatakan, saat ini sumber air baku PDAM berasal dari tiga wilayah, yakni Bendungan Lekopancing (1.200 liter per detik), Bendungan Bili-bili (1.500 liter per detik), dan Sungai Jeneberang (250-600 liter per detik).
Dalam keadaan normal, ketiga sumber air baku ini mampu menyuplai 3.300 liter per detik. Suplai tersedia ini terbilang masih sangat kurang, padahal kebutuhan warga Makassar sudah mencapai kisaran 5.000 liter per detik.
Sementara jika musim kemarau tiba, kekurangan debit air lebih besar lagi. Dampaknya, suplai air untuk beberapa wilayah di Makassar mesti digilir.

Kebutuhan akan sumber air baku terbilang mendesak. Idris mengatakan, dalam daftar tunggu pelanggan PDAM Makassar saat ini saja sudah mencapai 70.000 calon pelanggan.
Banyaknya calon pelanggan itu, kata Idris, tidak bisa dipenuhi PDAM Makassar untuk saat ini jika kebutuhan akan air baku tak kunjung mencukupi.
“Kalau pelanggan yang sudah ada itu terpenuhi kebutuhannya, baru kita berpikir untuk menambah yang baru. Kalau yang sekarang saja tidak bisa kita penuhi, tidak bisa kita menambah pelanggan yang ada,” ujarnya.
**
Ketersedian air baku masih sangat jomplang untuk kebutuhan warga Makassar. Warga mengeluh, sementara PDAM Makassar kelabakan.
Pasca mengambil air, Lisa segera berlari ke lorong sebelah menemui teman-temannya. Ia nampaknya tak memahami kekurangan air bersih di kelurahannya. Sementara Erni, masih berharap bantuan dari pemerintah.
“Itu bantuan [tandon air] terakhir lama mi, bagus kalau ada bantuan lagi, biar tidak beli lagi air,” harapnya.
Reporter : Amri N. Haruna dan Milyuda Gotama
Penulis : Amri N. Haruna
Editor : Muh. Kurniadi Asmi