Takalar, AksaraINTimes.id – Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah (NA) akhirnya meninjau langsung keadaan pinggir pantai yang mengalamai abrasi di Kecamatan Galesong Utara dan Galesong, Kabupaten Takalar pada Selasa 7 Januari 2020. Peninjaun tersebut merupakan yang pertama kali dilakukan pemerintah dua tahun setelah penambangan pasir di lepas pantai Galesong mulai berhenti.
Dalam kunjungannya, NA yang didampangi Bupati Takalar dan para pemegang kebijakan lain memberikan angin segar kepada masyarakat yang terdampak abrasi. NA berjanji akan menyelesaikan permasalahan abrasi tersebut bersama dengan pemerintah pusat dan daerah.
NA mengatakan, pihaknya melalui pemerintah Kabupaten Takalar tengah mendata rumah yang rusak akibat abrasi. Jika selesai, pemerintah akan memberikan bantuan dengan menggunakan anggaran tanggap darurat dari APBD Sulawesi Selatan. Meski begitu, NA tak merinci penanganan yang dimaksud.
“Jadi tidak usah ragu masyarakat, kita hadir, Dinas Sosial hadir, BNPB hadir, nah sebentar lagi saya tinggal tunggu datanya semua kerusakan rumah yang diambil ombak, kita punya anggaran tanggap darurat,” kata NA di depan masyarakyat Galesong Utara dan Galesong, Selasa, 7 Januari 2020.
Selain menjanjikan penanganan dan bantuan, NA juga memberikan bronjong atau keranjang kawat sebagai bantuan tanggap darurat. Bronjong atau Gabions merupakan kotak yang terbuat dari anyaman kawat baja berlapis seng yang pada penggunaannya diisi batu-batu untuk mencegah erosi yang dipasang pada tebing-tebing dan tepi-tepi sungai. Diharapkan dari pemasangan bronjong itu, abrasi dapat dicegah untuk sementara waktu.
Kendati mulai dilirik pemerintah, masalah abrasi Galesong adalah persoalan lawas yang tak kunjung mendapat perhatian pemerintah. Demo penolakan warga nelayan atas penambangan pasir di lepas pantai Galesong yang dianggap penyebab utama abrasi tak pernah digubris serius pemerintah. Deretan rumah warga telah hilang jauh hari sebelum kunjungan Gubernur.

Sisa Dampak Penambangan
Daeng Caya, seperti diberitakan bisnis.com, salah seorang warga di kawasan Pantai Galesong mengatakan, selama ini sama sekali belum ada bantuan yang diberikan pemerintah, baik itu daerah ataupun provinsi kepada warga terdampak abrasi. Padahal, kata Daeng Caya, banyak rumah warga yang sudah hilang sejak penambangan pasir 2017 lalu.
“Kita tidak pernah dapat bantuan apapun dari Bupati Takalar apalagi dari Pak Gubernur,” ungkap Daeng Caya.
Seperti tahun lalu misalnya, tepat di belakang rumahnya yang terletak di Desa Mappakalompo, terdapat tiga rumah yang sudah hilang akibat abrasi. Kata Daeng Caya, penghuni ketiga rumah tersebut pun sudah pindah. Ia menakutkan, rumahnya juga hilang di kemudian hari.
Rumah Daeng Caya masih tak lepas dari ancaman abrasi tersebut. Data dari pemerintah setempat, tercatat ada 19 rumah warga yang terancam hilang karena abrasi air laut. Tak hanya itu, sekitar 74 kilometer daerah tepi pantai berpotensi abrasi pada tahun ini.

Disalur dari antaranews.com, Direkrur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel, Al Amin mengatakan, abrasi yang terjadi di pesisir pantai Galesong Kabupaten Takalar, selain karena cuaca ekstrem juga masih merupakan dampak dari aktivitas penambangan pasir sejak tiga tahun lalu.
Kabar baiknya, sejak penghentian penambangan pasir pada Maret 2018 lalu, lingkungan di perairan Galesong berangsur pulih. Meski begitu, pemulihan lingkungan alami tersebut dipastikan akan membutuhkan waktu yang lama, lima hingga sepuluh tahun.
“Ini karena sebelumnya ada rongga yang terbuka, lubang hasil penambangan harus tertutup agar perairan kembali normal. Jadi saat ini pemulihan itu masih berlangsung,” ucap Ali Amin di Makassar, Selasa (7/1/2020) dilansir antaranews.com.
Masih dari sumber sama, setelah penghentian penambangan pasir yang dilakukan pemerintah provinsi, tangkapan nelayan mulai mengalami peningkatan. Meskipun tangkapan itu masih tak sebanyak sebelum tambang pasir dilakukan.
Penulis: Amri N. Haruna